INFO

Peran Krusial Dokter Gigi Dalam Deteksi Awal HIV/AIDS

21 August 2025

Peran dokter gigi dalam deteksi dini HIV/AIDS.(Pixabay)

Gigisehat - HIV/AIDS masih menjadi salah satu masalah kesehatan global yang belum terselesaikan. Pengetahuan dokter gigi tentang manifestasi oral HIV/AIDS sangat krusial, baik untuk mendeteksi kasus baru maupun mencegah penularan.

Di Indonesia, data tahun 2021 mencatat lebih dari 419 ribu kasus HIV/AIDS. Di Jawa Timur, Kota Surabaya menempati peringkat tertinggi dengan jumlah kasus yang melampaui 15 ribu orang.

Namun, ada satu hal yang sering luput dari perhatian publik: tanda-tanda awal infeksi HIV/AIDS kerap muncul di dalam mulut.

Baca Juga: 20 Fakultas Kedokteran Gigi Terbaik di Indonesia Bisa Jadi Pilihan

Dari sekadar sariawan yang tak kunjung sembuh hingga bercak putih di lidah, rongga mulut bisa menjadi “cermin” yang memberi petunjuk lebih awal sebelum gejala sistemik terlihat.

Dilansir dari laman Universitas Airlangga, infeksi HIV menyerang sistem kekebalan tubuh yang membuat penderitanya rentan terhadap infeksi oportunistik, kanker sekunder, dan gangguan saraf.

Di rongga mulut, pasien HIV/AIDS dapat menunjukkan gejala seperti kandidiasis, leukoplakia berbulu, dan eritema gingiva linear, bahkan sebelum gejala sistemik muncul.
Hal ini menjadikan rongga mulut sebagai ‘jendela’ yang memudahkan deteksi dini infeksi HIV.

Peran dokter gigi dalam deteksi dini

Dalam praktik sehari-hari di Surabaya, dokter gigi kerap menangani keluhan umum seperti karies, radang gusi, hingga sisa akar gigi.

Namun, tak jarang pasien HIV/AIDS juga datang dengan keluhan serupa, tanpa mengetahui kondisi mereka.

Situasi inilah yang membuat pengetahuan dokter gigi tentang manifestasi oral HIV/AIDS sangat krusial, baik untuk mendeteksi kasus baru maupun mencegah penularan.

Sebuah studi yang dilakukan tim Universitas Airlangga meneliti sejauh mana pemahaman dokter gigi Surabaya mengenai gejala oral HIV/AIDS.

Sebanyak 103 responden berpartisipasi dengan menjawab 20 pertanyaan terkait. Hasilnya, 53,4% dokter gigi memiliki tingkat pengetahuan sedang, 26,2% memiliki pengetahuan baik, dan 18,4% masih rendah.

Uniknya, penelitian ini menunjukkan bahwa durasi praktik tidak selalu berbanding lurus dengan pengetahuan.

Bahkan, dokter gigi dengan pengalaman praktik kurang dari 10 tahun cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding mereka yang sudah berpraktik lebih dari 10 tahun.

Mengapa demikian?

Para peneliti menjelaskannya lewat teori psikologi kognitif. Fluid intelligence, kemampuan mempelajari hal baru dan memecahkan masalah, menurun seiring usia.

Sedangkan crystallized intelligence, yang terbentuk dari pengalaman rutin, tidak banyak membantu saat berhadapan dengan informasi jarang ditemui, seperti gejala oral HIV/AIDS.

Lebih lanjut, penelitian ini juga menilai apakah pengalaman merawat pasien HIV/AIDS atau mengikuti pelatihan formal (Continuing Professional Development/CPD) berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan.

Hasilnya tetap sama: tidak ada hubungan signifikan. Dengan kata lain, pengalaman klinis dan pelatihan formal saja tidak otomatis meningkatkan pemahaman dokter gigi terhadap manifestasi oral HIV/AIDS.

Tantangan dan harapan

Dengan tingginya jumlah kasus HIV/AIDS di Surabaya, temuan ini menyiratkan tantangan besar.

Pengetahuan dokter gigi yang masih bervariasi bisa berimplikasi pada terlambatnya deteksi dini.

Padahal, semakin cepat dikenali, semakin baik pula kualitas hidup pasien dan semakin kecil risiko penularan.

Pengetahuan tentang manifestasi oral bukan hanya membantu mendiagnosis dini, tetapi juga dapat mencegah penularan lebih lanjut, mendukung kualitas hidup pasien, dan mendukung upaya pemerintah dalam mencapai target ‘Three Zeros’ pada 2030: nol infeksi baru, nol kematian terkait AIDS, dan nol diskriminasi.

Mulut sebagai cermin tubuh

Studi ini mengingatkan kembali bahwa rongga mulut bukan sekadar pintu masuk makanan, tetapi juga cermin kesehatan tubuh.

Baca Juga: Peneliti Jepang Temukan Obat Bantu Tumbuhkan Kembali Gigi

Dokter gigi, dengan posisi mereka yang sering menjadi kontak pertama pasien, bisa berperan sebagai “detektif awal” dalam mendeteksi HIV/AIDS.

Meningkatkan kesadaran dan memperbarui pengetahuan para dokter gigi secara berkelanjutan adalah investasi penting, bukan hanya bagi pasien, tetapi juga bagi kesehatan masyarakat yang lebih luas.***

GIGISEHAT

Register

🦷✨ Selamat Datang di Dunia Tanpa Batas Ilmu Kedokteran Gigi!

Anda baru saja memasuki ruang interaktif berbasis Artificial Intelligence yang dirancang khusus untuk menjawab setiap pertanyaan seputar Ilmu Kedokteran Gigi—mulai dari teori dasar, kasus klinis, prosedur perawatan, hingga teknologi terbaru dalam dunia dentistri.

💡 Tanyakan Apa Saja

🧠 Didukung AI mutakhir, sistem ini akan membantu Anda memahami konsep, menyelesaikan studi kasus, hingga mendalami referensi akademik secara efisien dan terpercaya.

⚠ Catatan Penting

Platform ini khusus untuk Dokter Gigi dan Mahasiswa Kedokteran Gigi yang terdaftar secara resmi.

📥 DAFTARKAN DIRI ANDA SEKARANG!

🔒 Akses penuh hanya diberikan kepada pengguna yang telah melakukan registrasi dan verifikasi profesional.
Bergabunglah bersama komunitas cerdas dan berdedikasi di bidang kedokteran gigi.

Data Diri

Nama
Email
Password
Universitas
Semester
Tempat / Tgl Lahir
Jenis Kelamin
No KTP
Alamat
No telepon / HP