INFO
Jangan Tunggu Sakit Parah! Begini Cara Kalahkan Rasa Takut ke Dokter Gigi
23 September 2025

Gigisehat - Bagi sebagian orang, kunjungan ke dokter gigi hanyalah rutinitas biasa. Namun bagi yang lain, sekadar mendengar suara bor gigi sudah cukup membuat jantung berdegup kencang, tangan berkeringat, hingga tubuh menegang.
Fenomena ini dikenal sebagai dental anxiety, dental fear, dan dental phobia—dan faktanya, jutaan orang di dunia mengalaminya.
Sebuah kajian terbaru yang dipublikasikan di Dental Journal (2025) Vol. 58/3 menyoroti persoalan ini.
Artikel berjudul Nigerian dental anxiety, fear, and phobia: A prevalence review merupakan hasil kerja sama peneliti Nigeria, Chiedu Eseadi, dan akademisi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Endang R. Surjaningrum.
Baca Juga: 20 Fakultas Kedokteran Gigi Terbaik di Indonesia Bisa Jadi Pilihan
Kajian tersebut menemukan bahwa masalah kecemasan, ketakutan, dan fobia gigi di Nigeria cukup tinggi. Dari 23 penelitian selama periode 2002–2022, tercatat:
- Kecemasan gigi dialami 7,4% hingga 62,8% populasi,
- Ketakutan gigi dialami 36,8% remaja,
- Fobia gigi dialami sekitar 30% orang dewasa.
Artinya, hampir sepertiga hingga lebih dari separuh masyarakat pernah menghadapi persoalan ini—angka yang dinilai cukup mengkhawatirkan.
Tiga Istilah, Tiga Kondisi Berbeda
Meski sering dianggap sama, kecemasan, ketakutan, dan fobia gigi memiliki perbedaan:
- Kecemasan gigi: rasa gelisah atau khawatir sebelum dan saat menghadapi perawatan.
- Ketakutan gigi: rasa takut spesifik, misalnya pada jarum suntik, suara bor, atau bau klinik.
- Fobia gigi: kondisi paling ekstrem, ditandai rasa takut irasional hingga benar-benar menghindari perawatan meski dalam kondisi sakit parah.
Dampak pada Kesehatan dan Kualitas Hidup
Ketiga kondisi ini membuat banyak orang menunda bahkan menghindari perawatan gigi.
Akibatnya, masalah kesehatan mulut memburuk: kerusakan gigi makin parah, penyakit gusi berisiko menyebabkan gigi lepas, infeksi menyebar, hingga menurunnya kepercayaan diri akibat bau mulut atau gigi rusak.
Penelitian juga menegaskan adanya kaitan antara kecemasan gigi dengan kualitas hidup yang lebih rendah.
Pasien dengan tingkat kecemasan tinggi sering merasa tidak nyaman dalam aktivitas sehari-hari dan menunda berobat, meski gigi terasa sakit.
Mengapa Orang Takut ke Dokter Gigi?
Beberapa faktor yang menjadi penyebab antara lain:
1. Pengalaman buruk di masa lalu, terutama saat perawatan terasa menyakitkan.
2. Kurangnya literasi kesehatan gigi, membuat perawatan dianggap menakutkan.
3. Pengaruh sosial dan budaya, misalnya cerita seram dari orang sekitar.
4. Kondisi sosial-ekonomi, terutama keterbatasan akses layanan di daerah terpencil.
5. Faktor psikologis individu, termasuk riwayat gangguan kecemasan.
Kajian juga menyebutkan bahwa perempuan, anak-anak, remaja yang baru pertama kali ke dokter gigi, serta masyarakat dengan tingkat pendidikan dan penghasilan rendah memiliki risiko lebih tinggi mengalami kecemasan atau fobia gigi.
Upaya Mengatasi
Para ahli menyarankan berbagai langkah untuk mengurangi kecemasan dan fobia gigi, di antaranya:
- Edukasi kesehatan gigi sejak dini,
- Kunjungan rutin agar pasien terbiasa,
- Relaksasi sebelum dan selama perawatan,
- Komunikasi terbuka dengan dokter, termasuk penggunaan obat penenang bila perlu,
- Terapi psikologis bagi kasus yang parah.
Relevansi untuk Indonesia
Meski penelitian dilakukan di Nigeria, temuan ini relevan untuk banyak negara lain, termasuk Indonesia.
Di tanah air, budaya “menunggu sakit” masih kuat. Banyak orang baru datang ke dokter gigi ketika kondisinya sudah parah, yang justru membuat perawatan semakin rumit dan berpotensi traumatis.
Ditambah lagi, keterbatasan akses di daerah serta biaya perawatan yang dianggap mahal memperparah masalah.
Karena itu, pendekatan ramah pasien, peningkatan literasi kesehatan gigi, hingga integrasi layanan psikologis dalam perawatan menjadi langkah yang perlu dipertimbangkan.
Penutup
Kecemasan, ketakutan, dan fobia terhadap perawatan gigi bukan sekadar rasa takut biasa, melainkan masalah kesehatan mental yang berdampak luas.
Baca Juga: Peneliti Jepang Temukan Obat Bantu Tumbuhkan Kembali Gigi
Kesadaran masyarakat dan empati dari tenaga kesehatan sangat penting untuk mengatasinya. Perawatan gigi seharusnya tidak menjadi momok.
Dengan edukasi yang tepat, dukungan medis yang ramah, dan pendekatan psikologis yang menyeluruh, kunjungan ke dokter gigi bisa menjadi pengalaman yang lebih tenang—demi senyum sehat, percaya diri, dan kualitas hidup yang lebih baik.
Sumber: https://unair.ac.id/mengapa-banyak-orang-cemas-takut-dan-fobia-perawatan-gigi/