INFO
Tunjangan untuk Dokter di Pelosok: Akankah Ini Mengubah Peta Kesehatan Indo
03 August 2025

Gigisehat - Pemerintah mengambil langkah strategis untuk menjawab masalah klasik yang tak kunjung tuntas, yaitu minimnya dokter spesialis di wilayah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto menetapkan tunjangan khusus sebesar Rp30.012.000 per bulan bagi dokter spesialis dan subspesialis yang bersedia mengabdi di daerah-daerah dengan akses terbatas.
Apakah uang tunjangan itu cukup menjadi jawaban atas tantangan bertahun-tahun yang membuat daerah-daerah terpencil sulit mendapat pelayanan kesehatan layak?
Baca Juga: 20 Fakultas Kedokteran Gigi Terbaik di Indonesia Bisa Jadi Pilihan
Pemerintah menyebut kebijakan ini sebagai bentuk keberpihakan negara terhadap para tenaga medis yang bekerja di garis depan.
“Tunjangan khusus ini adalah bentuk apresiasi negara kepada tenaga medis yang berada di garis depan. Kita ingin mereka merasa dihargai dan tetap termotivasi untuk memberikan pelayanan terbaik, di mana pun mereka bertugas,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin dikutip dari laman Kemenkes.
Selama ini, tak sedikit dokter muda yang enggan bertugas di wilayah DTPK karena berbagai keterbatasan.
Dari fasilitas kesehatan yang seadanya, keterbatasan sarana transportasi, hingga minimnya jaminan keamanan.
Belum lagi bayang-bayang keterasingan dari pusat pengembangan karier medis.
Kini, lewat tunjangan khusus ini, pemerintah mencoba mengubah paradigma itu.
“Kalau kita ingin layanan kesehatan yang kuat, kita harus mulai memastikan kesejahteraan finansial bagi tenaga medis yang bertugas di daerah sulit,” tegas Budi.
Di tahap awal, tunjangan ini akan diberikan kepada lebih dari 1100 dokter spesialis yang kini bekerja di fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.
Mereka akan menerima insentif ini di luar gaji pokok dan tunjangan lainnya yang berlaku secara kepegawaian.
Lebih dari Sekadar Insentif
Perpres ini bukan hanya bicara soal tunjangan, tapi juga soal pembinaan karier dan pelatihan berkelanjutan.
“Jangan sampai tenaga kesehatan yang kita tempatkan di pelosok justru terabaikan pengembangannya. Mereka harus tetap mendapat akses pelatihan dan pendidikan agar profesionalisme tetap terjaga,” kata Menkes.
Langkah ini dinilai penting untuk menjawab kekhawatiran tenaga medis yang selama ini merasa ‘tertinggal’ secara kompetensi jika ditempatkan jauh dari pusat pendidikan dan pelatihan kesehatan.
Perpres ini juga mendorong peran aktif pemerintah daerah, terutama dalam hal penyediaan fasilitas pendukung seperti tempat tinggal, transportasi, logistik, hingga pengamanan tenaga medis.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan akan menetapkan wilayah penerima tunjangan berdasarkan pemetaan kebutuhan nasional.
Prioritas akan diberikan pada daerah dengan keterbatasan akses, kekurangan tenaga medis, dan kondisi geografis yang membutuhkan intervensi afirmatif.
Apakah Ini Cukup?
Pertanyaannya apakah skema tunjangan ini benar-benar mampu menarik tenaga medis muda untuk ‘turun gunung’?
Akankah kita benar-benar melihat perubahan dalam peta distribusi dokter spesialis di Indonesia?
Baca Juga: Peneliti Jepang Temukan Obat Bantu Tumbuhkan Kembali Gigi
Menkes Budi optimistis. Ia menyebut kebijakan ini bukan hanya soal menarik minat, tapi juga membangun pondasi sistem kesehatan yang lebih adil dan tangguh.
“Kami berharap ini bisa menjadi daya tarik bagi tenaga medis muda untuk mengabdi di daerah prioritas, sekaligus menjadi fondasi dalam membangun sistem kesehatan yang kuat dan berkeadilan,” katanya.
Waktu akan membuktikan apakah kebijakan ini hanya akan menjadi satu lagi dokumen regulasi yang bagus di atas kertas, atau benar-benar mampu menjawab keluhan bertahun-tahun tentang ketimpangan layanan kesehatan di negeri ini.***