INFO
Riset FKG Unair: 85% Dokter Gigi Masih Minim Pemahaman Hukum Kedokteran
29 October 2025

Gigisehat - Sebuah penelitian terbaru dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga (FKG Unair) mengungkap fakta mengejutkan. Lebih dari 85% dokter gigi di Indonesia memiliki pengetahuan yang kurang memadai tentang aspek hukum dalam praktik kedokteran gigi, meski sebagian besar menyadari pentingnya tanggung jawab etis dan hukum dalam profesi mereka.
Penelitian ini dipimpin Beta Novia Rizky, drg., M.Si. dari Departemen Odontologi Forensik FKG Unair, melibatkan 274 dokter gigi yang berpraktik di daerah rural, urban, dan suburban di berbagai wilayah Indonesia.
“Kami menemukan bahwa banyak dokter gigi memahami pentingnya aspek etik dan hukum, tetapi belum memiliki pemahaman yang cukup tentang peraturan yang melindungi mereka dan pasien,” ujar drg. Beta.
Baca Juga: 20 Fakultas Kedokteran Gigi Terbaik di Indonesia Bisa Jadi Pilihan
Pemahaman Hukum Medis Masih Rendah di Semua Wilayah
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara dokter gigi di kota besar, pinggiran, maupun pedesaan. Baik mereka yang bekerja di klinik modern di Surabaya maupun di Puskesmas daerah terpencil, sama-sama menghadapi tantangan serupa.
Tantangan tersebut adalah kurangnya pemahaman tentang hukum kesehatan, termasuk informed consent, rekam medis, dan penanganan kasus malpraktik.
Penelitian ini juga menyoroti peran penting Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang mengawasi pelanggaran etik dan disiplin dokter dan dokter gigi.
Dalam periode 2006–2012 saja, MKDKI telah menerima 136 laporan pelanggaran etik, menunjukkan bahwa risiko hukum di dunia kedokteran gigi nyata dan terus meningkat.
Kurikulum Kedokteran Gigi Dinilai Minim Muatan Medikolegal
Salah satu faktor utama yang menyebabkan lemahnya pemahaman hukum medis adalah minimnya porsi pendidikan medikolegal dalam kurikulum kedokteran gigi di Indonesia.
Meski sistem pendidikan sudah distandardisasi Kolegium Dokter Gigi Indonesia (KDGI), materi hukum kedokteran masih diajarkan secara terbatas dan teoritis, tanpa adanya simulasi kasus atau pelatihan penyusunan dokumen hukum.
“Padahal, kesalahan kecil seperti komunikasi yang kurang baik atau dokumentasi medis yang tidak lengkap bisa berujung pada gugatan hukum,” tambah drg. Beta.
Tingkat Kesadaran Tinggi, tapi Penerapan Rendah
Hasil penelitian menunjukkan 65,7% dokter gigi memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya aspek hukum, tetapi hanya sebagian kecil yang memahami penerapan praktisnya.
Fenomena ini menggambarkan adanya “knowledge–awareness gap”, di mana para profesional sadar akan pentingnya hukum medis, namun tidak tahu cara menerapkannya dalam praktik klinis sehari-hari.
Temuan serupa juga dilaporkan di berbagai negara, seperti India dan Iran, di mana banyak dokter gigi tidak memahami detail hukum perlindungan konsumen dan dokumentasi medis yang benar.
Rekomendasi: Integrasi Hukum dan Etika dalam Pendidikan Kedokteran Gigi
Sebagai tindak lanjut, tim peneliti merekomendasikan integrasi materi hukum kesehatan dan etika profesional ke dalam kurikulum kedokteran gigi, disertai pelatihan komunikasi efektif, simulasi kasus hukum, dan workshop dokumentasi medis.
Selain itu, program pendidikan berkelanjutan (continuing education) bagi dokter gigi aktif dinilai penting untuk menekan angka kasus hukum di bidang kedokteran gigi.
Baca Juga: Peneliti Jepang Temukan Obat Bantu Tumbuhkan Kembali Gigi
“Hukum dan kedokteran gigi tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri. Keduanya harus saling melengkapi untuk menciptakan praktik yang aman, etis, dan terlindungi,” tutup drg. Beta.
Di balik senyum pasien yang pulih setelah perawatan gigi, tersimpan tanggung jawab besar seorang dokter gigi. Bukan hanya menjaga kesehatan rongga mulut, tetapi juga melindungi diri dari potensi jerat hukum.***
Sumber: https://unair.ac.id/kurangnya-pemahaman-hukum-medis-di-kalangan-dokter-gigi-indonesia/

 (1).png)



