INFO
Inovasi AI Bidang Kesehatan, Teknologi Baru dalam Radiologi Gigi
05 March 2025

Gigisehat - Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan telah terintegrasi di dalam kehidupan manusia, termasuk di dunia kesehatan. AI telah membantu memperbaiki kualitas hidup manusia.
Hal itu disampaikan drg Ramadhan Hardani Putra MKes PhD dari Universitas Airlangga (UNAIR) saat membahas penerapan Deep Learning terkini untuk identifikasi patologi dalam radiografi panoramik.
Menurut Ramadhan, terdapat perbedaan antara machine learning dan deep learning dalam mengenali gambar. Machine learning masih membutuhkan intervensi manusia dalam prosesnya.
"Berbeda dengan sistem deep learning yang secara otomatis mampu mengekstrak fitur‐fitur penting yang ada pada gambar dan kemudian dapat secara langsung mengidentifikasi apakah objek tersebut benar atau tidak,” ujar drg Ramadhan dikutip dari laman UNAIR.
Baca Juga: Peneliti Jepang Temukan Obat Bantu Tumbuhkan Kembali Gigi
Ramadhan menjadi narasumber pada sesi pertama Asia-Pacific Advanced Network (APAN) 59 bekerja sama dengan Telemedicine Development Center of Asia (TEMDEC) pada Selasa 4 Maret 2025.
APAN 59 menyajikan sesi telemedicine gigi dengan tema Recent Advances in Dental Radiology termasuk peran Artificial Intelligence (AI) di dalamnya.
Webinar ini diselenggarakan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Airlangga (UNAIR), menghadirkan peneliti berpengalaman di bidang radiologi gigi dan berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting.
Potensi Deep Learning
Ramadhan menjelaskan Deep Learning lebih unggul daripada Machine Learning karena adanya ketersediaan big data untuk kebutuhan radiologi panoramik.
Nantinya sistem akan mengubah big data menjadi sumber data (data resource) dan meningkatkan daya komputasi.
Karena itu, Deep Learning memiliki potensi yang baik dalam bidang analisis radiografi dan saran diagnosis karena dapat menghasilkan catatan grafik (chart record) secara otomatis untuk meminimalkan kesalahan manusia (human error).
Saat ini Deep Learning dapat mampu mengidentifikasi karies gigi dan keropos tulang periodontal (periodontal bone loss).
Ramadhan juga memberikan kesimpulan, Deep Learning berpotensi besar untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam mengidentifikasi patologi gigi pada radiografi panoramik.
Untuk memaksimalkan potensi tersebut, pengembangan AI memerlukan pendekatan multidisiplin agar dapat teraplikasikan secara efektif dalam sistem layanan kesehatan gigi.
Ada banyak manfaat yang hadir dari integrasi AI di dunia kesehatan bagi klinisi, seperti mengurangi human error, menyederhanakan alur kerja, dan menghasilkan penilaian yang cepat serta andal.
Pembicara lainnya dalam acara ini adalah drg Inka Saraswati MSc (Universitas Indonesia), dan Prof Toru Chikui PhD (Kyushu University).
AI untuk Perawatan Sumbing
Inka menyoroti inovasi AI dalam perawatan sumbing, yang dapat membantu dalam deteksi, diagnosis, prediksi, hingga perawatan, termasuk simulasi tiga dimensi dan prediksi bentuk serta ukuran ideal pada grafik tulang.
Meskipun AI dapat membantu dalam menyederhanakan proses, drg Inka mengingatkan adanya potensi jebakan.
Beberapa potensi tersebut adalah keterbatasan AI dalam menyelesaikan tugas tunggal serta ketergantungannya pada data pelatihan.
Karena itu, keputusan dan tanggung jawab tetap harus berada di tangan dokter gigi.
Sementara itu, Prof Toru menjelaskan tiga tantangan utama pada diagnosis pencitraan terbaru dalam MRI maksilofasial.
Tantangan tersebut adalah gerakan rahang yang tidak disengaja dan tidak sinkron.
Baca Juga: 20 Fakultas Kedokteran Gigi Terbaik di Indonesia Bisa Jadi Pilihan
Selain itu, kompleksitas anatomi serta ketidakhomogenan medan magnet akibat protesa logam dan rongga berisi udara juga menjadi tantangan.
Sebagai solusi, Prof Toru memaparkan beberapa metode penanggulangan terbaru.
Ia menyarankan koreksi gerakan dengan pengambilan sampel radial, akuisisi 3D, koreksi medan magnet, dan aplikasi khusus untuk mengurangi artefak logam.***